Rabu, 21 September 2016
Minggu, 28 Agustus 2016
TEKNIK TEPAT MENEBARKAN BENIH IKAN
Keterangan Gambar : Penebaran benih ikan di kolam perlu dilakukan dengan sabar melalui proses aklimatisasi |
Di lapangan, sampai saat ini masih banyak dijumpai pembudidaya ikan (dan warga masyarakat) yang gegabah ketika menebarkan benih ikan di wadah budi daya. Sering terjadi, benih ikan yang baru ditebar beberapa jam (hari) kemudian banyak yang mengapung mati. Bila hal ini terus berlanjut, tentu saja akan merugikan usaha. Lantas bagaimana solusinya ?
Harus Sabar
Bila kita sedikit saja sabar, mortalitas (tingkat kematian) benih ikan saat penebaran sebenarnya bisa ditekan dan dihindari. Selain itu, saat penebaran tersebut juga harus menggunakan teknik yang baik dan benar. Tidak boleh gegabah, hantam kromo dan langsung ditebar begitu saja. Hal ini mohon dimaklumi, karena kondisi benih ikan memang rawan. Apalagi bila benih tersebut berasal dari tempat yang jauh. Salah penanganan, nyawa (benih ikan) jadi taruhan.
Teknik penebaran benih sebenarnya cukup gampang dan dapat diterapkan oleh pembudidaya ikan di lapangan. Teknik ini, dikenal dengan nama aklimatisasi, yakni penyesuaian keadaan lingkungan. Hal ini perlu diterapkan, karena lingkungan benih (dalam wadah pengangkutan) dan lingkungan perairan (dalam wadah budi daya) umumnya berbeda. Utamanya keadaan suhunya.
Penyesuaian lingkungan ini, tidak boleh dilakukan secara mendadak. Kita harus sedikit bersabar diri dan melakukan secara bertahap. Dengan melalui tahapan ini, diharapkan benih tidak stress.
Cara Aklimatisasi
Untuk melaksanakan tahap aklimatisasi, caranya cukup mudah. Bila benih yang akan ditebarkan diangkut dalam wadah terbuka (ember, drum plastik, waskom, kreneng) tahapannya lebih singkat dan mudah. Mula-mula, wadah yang berisi benih diturunkan (diapungkan) pada perairan wadah budi daya. Wadah pengangkutan, kemudian dimiringkan dan airnya dibuang sedikit demi sedikit.
Bersamaan dengan pengurangan air di wadah pengangkutan benih ini, air dari wadah budi daya (kolam, danau, bak terpal, sawah) dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkutan. Bila kondisi air di wadah pengangkutan dan air di badah budi daya sudah, sama (air dalam wadah pengangkutan sudah terganti seluruhnya dengan air wadah budi daya), baru benih boleh ditebarkan dengan cara memiringkan wadah pengangkutan yang berisi benih.
Bila wadah pengangkutan benih menggunakan kantong plastik beroksigen (tertutup), caranya agak berbeda. Kantong plastik yang berisi benih dalam keadaan tertutup kita cemplungkan dan apungkan pada perairan wadah budi daya. Kita tunggu beberapa saat sampai terjadi pengembunan di dalam kantong plastik. Bila sudah terlihat embun, kantong plastik baru dibuka. Selanjutnya, air dalam wadah plastik tersebut dikeluarkan dan air dari wadah budidaya dimasukkan sedikit demi sedikit. Sama seperti perlakuan cara pertama.
Penebaran benih ikan dengan cara aklimatisasi tersebut memang membutuhkan waktu beberapa saat karena harus dilakukan secara bertahap. Selain melalui aklimatisasi, waktu penebaran benih sebaiknya dipilih pada waktu pagi hari atau sore hari ketika suhu air tidak terlalu tinggi. Dengan cara itu, benih ikan yang ditebarkan terhindar dari stress sehingga bisa diharapkan hidup sampai ukuran yang diinginkan. (Agus Rochdianto, Penyuluh Perikanan Madya di Tabanan, Bali)
Sumber: http://pusluh.kkp.go.id/mfce/berita-teknik-tepat-menebarkan-benih-ikan.html
Sumber: http://pusluh.kkp.go.id/mfce/berita-teknik-tepat-menebarkan-benih-ikan.html
Nama: Febriansyah Yuditomo
NIM:14 / 369765 / PN / 13965
Kelas : DPKP Kelas F
Kelompok/Golongan: Kelompok 7 / A.3.1
JELLY DRINK BERBASIS RUMPUT LAUT MERAH DAN Spirulina platensis
Upaya peningkatan kesejahteraan penduduk di negara berkembang telah mendorong terjadinya perubahan gaya hidup yang ditandai dengan kurangnya aktivitas fisik serta asupan cenderung tinggi energi dan rendah serat. Serat merupakan komponen penting dalam bahan pangan, terutama dalam menjaga kesehatan dan keseimbangan fungsi sistem pencernaan, mencegah penyakit kanker usus dan membantu menurunkan berat badan. Hasil penelitian Hardoko (2008) menunjukkan bahwa serat rumput laut (Eucheuma cottonii) dalam bentuk gel pada konsentrasi 15% dari jumlah ransum mampu menormalkan darah hiperkolesterolemia tikus wistar. Rumput laut (Eucheuma cottonii) dengan kandungan serat pangan, mineral dan komponen lainnya dapat dikembangkan menjadi produk yang digemari masyarakat contohnya jelly drink.
Jelly drink yang ada di pasaran umumnya menggunakan karagenan (sebagai pembentuk gel), pemanis, pewarna, pengawet dan perasa sintetik serta kandungan gizi yang rendah sehingga perlu pengembangan produk sebagai contoh pemanfaatan rumput laut dan Spirulina untuk meningkatkan nilai gizinya. Rumput laut tidak hanya berfungsi sebagai pembentuk gel tetapi juga menambah kandungan gizi produk yaitu mineral, vitamin dan komponen bioaktif, sedangkan Spirulina dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami jelly drink.
Spirulina merupakan mikro alga dengan dinding sel lembut yang terbentuk dari gula dan protein. Estrada et al. (2001) menunjukkan bahwa Spirulina mengandung 62% protein, antioksidan, dan mengandung fikosianin yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula jelly drink berbasis rumput laut (Eucheuma cottonii) dan Spirulina platensis yang dapat diterima oleh panelis dan membandingan karaktesistik jelly drink yang ditambah Spirulina hasil kultur dengan formula terbaik jelly drink Spirulina komersial.
Protein dan aktivitas antioksidan menjadi kriteria yang digunakan dalam pemilihan formula terbaik. Spirulina tidak hanya memiliki kandungan protein yang tinggi, tetapi juga memiliki komponen aktif seperti antioksidan. Peningkatan konsentrasi Spirulina mengakibatkan peningkatan kadar protein jelly drink. Aktivitas antioksidan jelly drink meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi Spirulina yang ditambahkan. Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan. Aktivitas antioksidan jelly drink Spirulina dapat dikatakan sangat lemah karena nilai IC50 lebih dari 200 ppm. Bahan digolongkan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat apabila nilai IC50 antara 50-100 ppm, sedang apabila nilai IC50 antara 100-150 ppm, lemah apabila nilai IC50 antara 150-200 ppm.
Jenis Spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0,05) terhadap kadar abu. Kadar abu pada jelly drink berasal dari rumput laut dan spirulina. Kadar abu yang cukup tinggi pada jelly drink spirulina mengindikasikan bahwa minuman ini memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi. Mineral yang terkandung dalam Eucheuma cottonii meliputi Na, K, Ca, Mg Fe, Zn, Cu dan iodium dan mineral yang terkandung dalam Spirulina platensis yakni Na, K, Ca, Mg, Fe, Cd, Cr dan Cu. Mineral dibutuhkan tubuh sebagai zat pembangun dan pengatur. Konsumsi jelly drink spirulina yang memiliki kandungan mineral tinggi ini dapat membantu mencukupi kebutuhan konsumsi mineral.
Kandungan lemak dalam jelly drink spirulina berkisar antara (0,15-0,45)% (bk). Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Lemak tersusun atas lemak tidak jenuh dan lemak jenuh. Spirulina mengandung berbagai asam lemak tidak jenuh yang baik untuk kesehatan. Hasil penelitian Tokusoglu dan Onal (2003) menunjukkan bahwa spirulina mengandung γ-linolenat acid (GLA) yang bermanfaat bagi penderita hiperkolesterolemia, alpha-linolenic acid (ALA), linolenicacid (LA), eicosapentaeonic (EPA), docosahexaenoic acid (DHA), dan arachidonic acid (AA). Konsumsi jelly drink spirulina yang mengandung EPA, DHA dan GLA diharapkan dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan konsumen.
Protein memiliki peranan penting bagi tubuh. Protein merupakan sumber gizi utama dan memberikan sifat fungsional yang penting dalam membentuk karakteristik produk pangan misalnya pengental, pengemulsi, pembentuk gel, pembentuk buih dan lain-lain. Jelly drink spirulina kultur dan jelly drink kontrol memiliki kandungan protein lebih rendah dibandingkan jelly drink spirulina komersial. Jelly drink yang ditambahkan spirulina memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan jelly drink yang beredar di pasaran. Minuman jelly drink yang beredar dipasaran tidak mencantumkan komposisi gizi yang terdapat dalam minuman tersebut. Minuman jelly drink yang beredar di pasaran memiliki kandungan protein yang lebih rendah dibandingkan jelly drink spirulina, diduga karena bahan-bahan yang digunakan tidak berpotensi mengandung protein. Kandungan serat pangan pada jelly drink berkisar antara (21,89-23,38)% (bk). Jenis spirulina memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar total serat pangan (Tabel 3). Uji lanjut Duncan menunjukan bahwa jelly drink spirulina berbeda nyata dengan jelly drink kontrol, hal ini menunjukkan bahwa spirulina memiliki kandungan serat pangan. Serat dapat mencegah timbulnya penyakit divertikular, kanker kolon, wasir, obesitas, diabetes melitus dan konstipasi, memperlambat pergerakan sisa makanan dalam saluran pencernaan tetapi tidak mengakibatkan penumpukan sisa makanan.
Jenis spirulina yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap aktivitas antioksidannya, hal ini menunjukkan bahwa rumput laut yang digunakan juga memiliki aktivitas antioksidan. Hasil penelitian Hardoko (2008) menunjukkan bahwa Eucheuma spinosum memiliki komponen antioksidan berupa fitol dan skualena. Aktivitas antioksidan dari ekstrak Eucheuma spinosum dengan pelarut etil asetat dengan IC50 sebesar 4741,5 ppm. Produk jelly drink komersial tidak mencantumkan informasi mengenai aktivitas antioksidan dan apabila terdapat aktivitas antioksidan diduga berasal dari antioksidan sintetik misalnya BHT. Jelly drink spirulina memiliki aktivitas antioksidan yang rendah, tetapi berasal dari sumber yang alami sehingga lebih aman untuk dikonsumsi.
Jelly drink spirulina kultur dan komersial dengan serving size 200 g dapat menyumbangkan energi 92 kkal dan 79 kkal. Jelly drink spirulina kultur maupun komersial dapat dijadikan sebagai minuman pembuka ataupun penutup dan tidak termasuk dalam menu utama. Konsumsi satu cup jelly drink dengan serving size 200 mL setara dengan meminum 2 kapsul suplemen spirulina. Dosis anjuran konsumsi suplemen Spirulina yang diproduksi oleh PT. Trans Pangan Indospina adalah dua kapsul/hari sehingga dianjurkan untuk mengonsumsi jelly drink spirulina tidak lebih dari 2 cup/hari. Pembatasan konsumsi ini karena spirulina mengandung asam nukleat dan purin. Jittanoonta et al. (1999) menyatakan maximum tolerable daily intake (MTD) dari spirulina adalah 4,33 g/kg berat badan yang dihitung berdasarkan acceptable daily intake asam nukleat yakni 2,6 g/orang. Konsumsi suplemen Spirulina sebanyak 10 tablet/hari masih diperbolehkan karena di dalam 10 tablet (20 g Spirulina murni) tersebut hanya mengandung 1,2 g asam nukleat.
Formula jelly drink berbasis rumput laut (Eucheuma cottonii) dan spirulina komersial terpilih berdasarkan uji kepentingan adalah jelly drink dengan penambahan spirulina komersial 0,4%. Jenis Spirulina (kultur dan komersial) yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis dan juga aktivitas antioksidan, namun memberikan pengaruh nyata terhadap kadar protein. Jelly drink spirulina kultur 0,4% menyumbangkan energi lebih besar yakni 92 kkal dibandingkan dengan jelly drink spirulina komersial 0,4% yakni 79 kkal.
Nama: Andi Iswah
NIM: 14/365814/PN/13752
Kelas: DPKP F
Kelompok/Golongan: Kelompok 7 / A.3.1
Sabtu, 27 Agustus 2016
BAHAN PENGISI DAN BAHAN PENGIKAT PRODUK OLAHAN BERBASIS SURIMI
Surimi merupakan bahan setengah jadi yang dibuat dari daging yang berwarna
putih, tidak berasa dan berbau serta mempunyai kemampuan membentuk gel yang
tinggi. Keuntungan penggunaan surimi ini diantaranya adalah (1) surimi dapat
digunakan secara langsung untuk pengolahan produk-produk makanan seperti bakso,
sosis, nugget, kamaboko, burger dan lain-lain. (2) Surimi tidak berbau, bebas
tulang dan duri sehingga produk olahan lebih mudah dikonsumsi oleh berbagai
tingkat usia. (3) Pasokan dan harganya relatif stabil karena surimi dapat
disimpan dan ini memudahkan perencanaan produksi olahannya. (4) Biaya
penyimpanan, distribusi dan transportasi lebih murah karena surimi dapat
disimpan lama. (5) Menghemat waktu dan tenaga kerja karena penanganannya lebih
murah. (6) Masalah yang timbul akibat pembuangan limbah lebih kecil
(Perangin-angin, 1999).
Pembuatan produk olahan berbasis surimi menggunakan berbagai macam bahan
pengisi dan bahan pengikat. Bahan pengisi dan bahan pengikat tersebut dapat
dibedakan menurut kandungan protein dan karbohidratnya. Bahan pengisi biasanya
berupa bahan yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi dan pengaruhnya kecil
terhadap sifat emulsi. Sementara bahan pengikat biasanya berupa protein nabati
maupun hewani, dengan kandungan protein yang lebih tinggi sehingga mampu
memperbaiki sifat emulsi. Adapun beberapa produk olahan berbasis surimi yang
menggunakan bahan pengisi dan bahan pengikat adalah sebagai berikut :
A. Sosis Ikan
Sosis merupakan daging atau campuran beberapa daging yang dihaluskan serta
dicampur dengan bumbu-bumbu atau rempah-rempah. Hal yang perlu diperhatikan
dalam olahan sosis yaitu bahan pengikat. Untuk mendapatkan sosis yang kualitasnya
baik maka diperlukan tepung sebagai bahan pengikat yang baik kualitasnya. Bahan
pengikat pada sosis berfungsi untuk menarik air, memberi warna khas, membentuk
tekstur yang padat, memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan waktu
pemasakan, memperbaiki cita rasa dan sifat irisan. Binder (bahan pengikat) akan
berikatan dengan air membentuk masa, memperkuat kemampuan emulsifier daging
sehingga emulsi semakin stabil. Sosis yang beredar di pasaran terbuat dari
campuran daging, tepung, dan STPP (sodium tripolyphosphat) sebagai bahan
pengikatnya. STPP merupakan senyawa anorganik berwujud kristal putih yang
biasanya digunakan untuk pengawet makanan dan texturizer, namun untuk saat ini
penggunaan bahan kimia pada makanan sudah dibatasi. Untuk itu diperlukan bahan
pengganti STPP yang alami yaitu tepung porang. Tepung porang diperoleh dari
tanaman porang dimana gel yang terbuat dari tepung porang merupakan salah satu
alternatif pengganti STPP.
Tanaman porang (Amarphopallus oncophilus) adalah tanaman daerah tropis yang
termasuk famili iles-iles, juga merupakan famili bunga bangkai yang terkenal
itu. Tanaman ini mempunyai umbi yang kandungan Glucomanan-nya cukup tinggi.
Tanaman porang merupakan tumbuhan herba dan menahun dengan ciri-ciri batang
tegak, lunak, batang halus berwarna hijau atau hitam belang-belang
(totol-totol) putih. Batang tunggal memecah menjadi tiga batang sekunder dan
akan memecah lagi sekaligus menjadi tangkai daun. Pada setiap pertemuan batang
akan tumbuh bintil / katak berwarna coklat kehitam-hitaman sebagai alat
perkembangbiakan tanaman porang. Tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 meter sangat
tergantung umur dan kesuburan tanah. Di Indonesia tanaman Porang dikenal dengan
banyak nama tergantung pada daerah asalnya. Misalnya disebut acung atau acoan
oray (Sunda), Kajrong (Nganjuk) dan lain-lain. Banyak jenis tanaman yang sangat
mirip dengan porang yaitu diantaranya: Suweg (Amorphophallus campanulatus), Iles-iles dan Walur.
Tanaman porang pada umumnya dapat tumbuh pada jenis tanah apa saja, namun
demikian agar usaha budidaya tanaman porang dapat berhasil dengan baik perlu
diketahui hal-hal yang merupakan syarat-syarat tumbuh tanaman porang yaitu
keadaan tanah, keadaan iklim dan kondisi lingkungan.
Gambar 1.
Tanaman Porang
Tepung porang merupakan produk olahan yang berasal dari umbi porang (Amorphophallus
muelleri Blume) yang mengandung glukomanan mencapai 64,98%. Porang dapat membentuk
gel dengan pemanasan sampai 85°C dengan kondisi basa (pH 9-10). Gel ini
bersifat tahan panas dan tetap stabil dengan pemanasan ulang pada suhu 100°C atau bahkan suhu 200°C. Tingginya kadar
glukomanan menyebabkan tepung porang banyak digunakan sebagai bahan pengisi, bahan
pengental, serta bahan tambahan untuk produk makanan atau minuman berbasis
kesehatan. Selain berfungsi sebagai pengganti STPP, gel porang juga dapat
digunakan sebagai pengganti tepung karena sifat porang yang dapat menyerap 100
kali dari volume nya sendiri dalam air. Penelitian tentang perlakuan terbaik
dari segi fisik kimia pada pembuatan sosis telah dilakukan oleh Prastini dan
Widjanarko (2015).
B. Bakso Ikan
Bakso merupakan makanan yang digemari oleh berbagai
kalangan masyarakat dari segala umur di seluruh pelosok Indonesia. Bakso ikan
adalah suatu produk olahan ikan yang berbentuk bulat, bergizi tinggi, rasanya
lezat dan dapat disantap dalam keadaan apapun serta sangat mudah diterima oleh
siapapun. Bakso ikan dibuat dengan cara penambahan bumbu-bumbu, garam, bawang
putih, merica, es 20% dan tepung 10-30%. Tepung yang umum digunakan adalah
tepung tapioka. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Rosiana (2011)
tepung tapioka mengandung kadar amilosa sebesar 17% dan amilopektin sebesar
83%. Tepung tapioka berfungsi sebagai bahan pengikat bakso dapat disubsitusikan
dengan jantung pisang guna untuk memperbaiki tekstur, meningkatkan daya ikat
air, menurunkan penyusutan akibat pemasakan dan meningkatkan elastisitas
produk. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Aspiatun (2004) Jantung
pisang ini digunakan karena kaya serat pangan yang memiliki struktur serat yang
hampir mirip dengan struktur serat daging dengan kandungan gizi berupa protein
12,05%, karbohidrat 34,83% dan lemak total 13,05% serta sejumlah vitamin A, B1
dan C.
Gambar 2.
Jantung Pisang
Gambar 3.
Pohon Sagu
Akan tetapi fungsi jantung pisang ini juga dapat
diganti dengan tepung lain yaitu tepung sagu. Tepung sagu mengandung amilosa
dan amilopektin yang dapat mempengaruhi daya larut dari pati sagu dan suhu
gelatinisasi yang berperan menghasilkan kekenyalan pada bakso.
C. Nugget Ikan
Nugget ikan merupakan makanan yang digemari oleh masyarakat terutama oleh
anak-anak. Menurut Lukman dkk (2009); Evanuarini dan Purnomo (2011) Nugget
adalah produk daging direstrukrisasi dengan adonan dan pelapis untuk
mempertahankan kualitas. Pada pembuatan nugget, bahan pengisi dan bahan dasar
menentukan karakteristik nugget yang dihasilkan. Biasanya digunakan bahan dasar
berupa ikan sebagai bahan utamanya, sedangkan bahan pengisi berupa tepung
terigu, tapioka maupun maizena. Adapun komposisi kimia tepung terigu, tepung
tapioka dan tepung maizena ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi
Kimia tepung terigu, tepung tapioka dan tepung maizena
Komponen
|
Tepung
terigu b)
|
Tepung
tapioka c)
|
Tepung
Maizena a)
|
Air
|
12
|
15
|
10.9
|
Abu
|
0.5
|
-
|
0.4
|
protein
|
8.9
|
0.5-0.7
|
5.8
|
Lemak
|
1.3
|
0.2
|
0.9
|
Karbohidrat by difference
|
77.3
|
85
|
82.0
|
Pati
|
-
|
-
|
68.2
|
Serat
makanan
|
-
|
0.5
|
7.8
|
Sumber : a) Juniawati
(2003), b) Departemen Kesehatan (1995), c) Grace (1977)
Fungsi penambahan tepung pada pembuatan nugget yaitu untuk
memperbaiki sifat elastisitas, warna dan kekuatan gel. Tepung yang biasa
digunakan adalah tepung terigu, tepung tapioka dan tepung maizena. Tepung
terigu mengandung gluten yang tinggi sehingga dapat mengikat air lebih banyak.
Menurut Inglet (1974) Air dapat membantu mengikat jumlah protein yang
terekstrak sehingga dapat membentuk adonan yang kompak dengan bahan lain,
membuat produk tampak berisi memiliki bentuk yang tetap setelah pembentukan.
Tepung maizena merupakan tepung yang dihasilkan dari
tanaman jagung. Tepung maizena (tepung jagung) memiliki kandungan lemak yang
lebih rendah dibandingkan dengan tepung terigu, tetapi memiliki kandungan serat
yang lebih tinggi. Rendahnya lemak pada tepung maizena dapat membuat tepung
maizena menjadi lebih awet karena tidak mudah tengik akibat oksidasi lemak.
Namun tingginya serat pada jagung menyebabkan tepung maizena memiliki tekstur
yang lebih kasar dibandingkan dengan tepung terigu.
Tepung tapioka merupakan tepung yang dihasilkan dari
tanaman singkong. Tepung tapioka kaya karbohidrat dan energi selain itu tepung
ini juga tidak mengandung gluten, sehingga aman bagi yang alergi. Tepung
tapioka berbeda dengan tepung singkong, hal ini disebabkan karena tepung
tapioka bersifat larut di dalam air, sedangkan tepung singkong tidak larut.
Tepung tapioka digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan
pengikat dalam industri pangan. Salah satu keunggulan tepung tapioka bila
dibandingkan dengan terigu adalah tidak mengandung gluten sedangkan
kelemahannya adalah tidak larut dalam air dingin, pemasakannya memerlukan waktu
cukup lama, dan pasta yang terbentuk cukup keras.
Nama : Siti Utami
NIM : 14/365018/PN/ 13646
Kelas : DPKP F
Kelompok/Golongan: Kelompok 7 / A.3.1
Kelompok/Golongan: Kelompok 7 / A.3.1
Langganan:
Postingan (Atom)